A.
Orientasi
Kesehatan Mental
Istilah
Kesehatan Mental diambil dari konsep Mental Hygiene, kata Mental berasal dari
bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata Mental memilki persamaan makna dengan
kata Psyhe yang berasal dari bahasa Latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa Mental Hygiene berarti mental yang sehat atau
kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan
dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosial). Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya
dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang
dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Berdasarkan
orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan
seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di
sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada
tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam
tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. M. Jahoda, seorang pelopor gerakan
kesehatan mental, memberi definisi kesehatan mental yang rinci. Dalam
definisinya, kesehatan mental adalah kondisi seseorang yang berkaitan dengan
penyesuaian diri yang aktif dalam menghadapi dan mengatasi masalah dengan
mempertahankan stabilitas diri, juga ketika berhadapan dengan kondisi baru,
serta memiliki penilaian nyata baik tentang kehidupan maupun keadaan diri
sendiri. Definisi dari Jahoda mengandung istilah-istilah yang pengertiannya
perlu dipahami secara jelas yaitu penyesuaian diri yang aktif, stabilitas diri,
penilaian nyata tentang kehidupan dan keadaan diri sendiri.
B.
Konsep
Sehat
Sehat
adalah sebuah keadaan normal yang sesuai dengan standar yang diterima berdasarkan
kriteria tertentu, sesuai jenis kelamin dan komunitas masyarakat. Pada saat ini
sehat bnayak diartikan dalam kadar yang normal atau lazim yang terjadi
pada individu dalam arti bahwa individu tersebut tidak merasakan keluhan
sebaliknya sakit diartikan suatu keadaan yang tidak normal atau lazim pada diri
seseorang misalnya, adanya keluhan pusing yang tidak tertahankan, panas, dan
sebagainya sehingga pada saat itu dapat disimpulkan bahwa sehat itu bukan dari
suatu penyakit. Hubungan antara sehat dan sakit ini penting diketahui agar
ketika kita merasakan akan tanda gejala sakit atau kurang sehat, maka kita bisa
segera mendatangi tenaga kesehatan untuk memeriksakan status kesehatan kita.
Bila memang sakit, maka kita akan segera mendapatkan pengobatan yang tepat dari
ahlinya.
Menurut
konsepsi WHO, perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi
holistik, yaitu:
a. Agama/spiritual,
yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi
kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral,
etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti
ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia
beragama (no religion without moral, no moral without law).
b. Organo-biologik,
mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak),
yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang
kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai
bayi, dan seterusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia
lanjut.
c. Psiko-edukatif,
adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk
pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak
terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi
psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun.
d. Sosial-budaya,
selain dimensi psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi
oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.
C.
Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Perkembangan Kesehatan Mental Pra Ilmiah
1.
Masa
Animisme
Orang
Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa
pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan
pesta (sesaji) dengan mantra dari korban yang mereka persembahkan.
Praktik-praktik semacam tersebut berlangsung mulai dari abad 7-5 SM. Setelah
kemunculan naturalisme, maka praktik semacam itupun kian berkurang, walaupun
kepercayaan tentang penyakit mental tersebut berasal dari roh-roh jahat tetap
bertahan sampai abad pertengahan.
2.
Kemunculan
Naturalisme
Perubahan
sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Aliran
ini berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik merupakan akibat dari alam.
Hipocrastes menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab
sakit. Ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib
dalam lapangan pekerjaan pemeriksaan atau pembedahan hewan.
Dalam
perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi
di kalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826)
menggunakan filsafat politik dan sosial yang baru untuk memecahkan masalah
penyakit mental. Dia telah terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di
Paris. Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang maniak) dirantai, diikat di
tembok dan di tempat tidur. Para pasien yang telah dirantai selama 20 tahun
atau lebih karena dipandang sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah
sakit. Akhirnya, di antara mereka banyak yang berhasil. Mereka tidak lagi
menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya sendiri.
Perkembangan
Kesehatan Mental Era Modern
Perubahan
yang sangat berarti dalam sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari
animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah),
terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika
Serikat, yaitu pada tahun 1783. Perkembangan psikologi abnormal dan pskiatri
ini memberikan pengaruh kepada lahirnya ”mental hygiene” yang
berkembang menjadi suatu ”Body of Knowledge”beserta gerakan-gerakan
yang terorganisir.
Perkembangan
kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli,
terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dixdan Clifford
Whittingham Beers. Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal
mulai muncul. Selama dekade 1900-1909, beberapa organisasi kesehatan mental
telah didirikan, seperti American Social Hygiene Associatin(ASHA), dan
American Federatio for Sex Hygiene.
Perkembangan
gerakan-gerakan di bidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford
Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan, karena jasa-jasanya itulah, dia
dinobatkan sebagai ”The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Dia
terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan
gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Pada
tahun 1950, organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan
berdirinya ”National Association
For Mental Health” yang
bekerjasama dengan tiga organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu ”National
Committee For Mental Hygiene”, ”National Mental Health Foundation”, dan ”Psychiatric
Foundation”.
Gerakan
kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun 1075 di Amerika
Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di
belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui ”The World
Federation For Mental Health” dan “The World Health
Organization”.
D.
Pendekatan
Kesehatan Mental
Saparinah Sadli mengemukakan tiga orientasi dalam
kesehatan jiwa adalah sebagai berikut ini:
1.
Orientasi Klasik
Orientasi Klasik ini umumnya digunakan dalam
kedokteran atau psikiatri. Orang yang sehat adalah orang yang tidak
mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya
tidak ada keluhan fisik, sedangkan sehat mental artinya tidak ada keluhan
mental. Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai kelakuan tertentu,
seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau
tak sehat serta menganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Dalam ranah
psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita
berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah
kehilangan kontak dengan realitas.
2.
Orientasi
Penyesuain Diri
Schneiders (1964:51) mengemukakan bahwa individu yang
memilki orientasi penyesuian diri yang baik (well adjustment person)
adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta
kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan
lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan.
3.
Orientasi
Pengembangan Potensi
Seseorang dianggap sehat, bila ia mendapat kesempatan
untuk mengembangkan potensinya menuju kedewasaan sehingga ia bisa
dihargai oleh orang lain serta dirinya sendiri.
Referensi:
1.
Jahoda,
M. 1950. Current Concept of Positive Mental Health. New York: Basic Books Inc.
Pub.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar