A.
Memilih
Pasangan
Memilih calon pendamping hidup tidaklah mudah, dan
agama Islam memberikan beberapa petunjuk di antaranya:
·
Dalam memilih calon istri
1. Hendaknya
calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita
yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.
2. Hendaklah
calon istri itu penyayang dan banyak anak.
3. Hendaknya
memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah
nikah.
4. Mengutamakan
orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
·
Dalam memilih calon suami
1. Satu
keyakinan, dengan kesamaan keyakinan maka pasangan tidak akan ragu untuk
melangkah dan menentukkan tujuan hidup yang lebih nyata.
2. Sehat
secara rohani dan jasmani, secara rohani pasangan yang akan kita pilih haruslah
sehat dalam arti melakukan semua perintah sesuai agamanya dan menjauhi larangan
dari agamanya. Serta Sehat dalam Jasmani maksudnya adalah kesehatan pasangan
akan sangat mempengaruhi kehidupan berkeluarga nanti kedepannya. Pasangan yang
sehat, maka dapat menghasilkan keturunan yang baik secara Jasmani dan Rohani
sehat pula.
3. Berkelakuan
yang bisa diterima keluarga dan orang-orang disekitar. Termasuk mencintai dua
belah pihak keluarga, mau berteman dengan teman masing-masing pasangan, dan
berkelakuan baik sesuai dengan aturan yang ada.
B.
Hubungan
dalam Perkawinan
Inilah puncak dari segalanya, setelah melewati
masa pacaran dengan baik. Dengan saling mengikarkan janji suci untuk sehidup
semati baik dalam sehat maupun dalam sakit, dalam keadaan kaya atau miskin dan
hanya maut yang bisa memisahkan mereka. Sehingga ikrar suci pernikahan itu,
mereka bukan lagi dua tetapi telah menjadi satu. Tahap ini memulainya sebuah
babak baru, relasi yang ditandai dengan munculnya komitmen tanpa syarat untuk
saling mencintai dan memiliki.
Kalau tahap perkenalan merupakan sebuah pintu
gerbang menuju ke tingkat pacaran, maka tahap pernikahan merupakan puncak dari
tingkat hubungan paling akrab dan mulia yang dilakukan.
C.
Penyesuaian
dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam
sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan
lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita
belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D.
Perceraian
dan Pernikahan Kembali
Dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan
oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing.
Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara
suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah
berdasarkan hukum yang berlaku.
Hubungan suami-istri juga dapat dilihat dan
dibedakan berdasarkan pola perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan
Scanzoni (1981) mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan yaitu owner property, head complement, senior
junior partner dan equal partner. Kestabilan keluarga tampak lebih kondusif
berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ke tiga dimana posisi istri mulai
berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam
mengatur kehidupan bersama. Sementara itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola
perkawinan equal partner.
Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria
menyebabkan semakin tidak tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat
dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak
dikaitkan dengan suami. Di antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat
perceraian cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan owner properti. Oleh
karena pola perkawinan owner property berasumsi bahwa istri adalah milik suami,
seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam keluarga itu yang
merupakan miliki dan tanggung jawab suami. Istri sangat tergantung secara
sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola perkawinan seperti ini suami
berhak menceraikan istrinya apabila tidak merasakan mendapat kepuasaan yang
diinginkan ataupun tidak menyukai istrinya lagi.
E.
Alternatif
Selain Pernikahan
Lajang bukanlah suatu aib atau kejelekan. Buktinya
banyak pengusaha muda yang sukses di usia muda dan belum memiliki pasangan.
Mereka yang melajang lebih banyak dibutuhkan posisinya dalam suatu perusahaan
karena mereka yang melajang lebih berkonsentrasi dan berpenampilan baik.
Mengapa? karena mereka tidak memikirkan mereka harus masak apa hari ini untuk
pasangannya? besok memberi kejutan apa? besok kencan di mana? dan kapan waktu
untuk memanjakan diri sendiri itu kapan? Terkadang seseorang yang sedang
menjalani kehidupan sendiri lebih fokus dalam meraih tujuan yang
sebenar-benarnya. Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia
dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak
perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan
konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan
Indonesia untuk hidup sendiri.
Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of
Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New
Jersey
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta:
Grasindo.