A.
Arti Penting
Stress
Menurut
Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang
tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Stress
adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan
fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan
tidak terkontrol.
Menurut
Morgan dan King : “…as an internal state
which can be caused by physical demands on the body (disease conditions,
exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social
situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or
exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321).
Menurut
Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan
karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
B.
Tipe-Tipe Stress
Psikologis
Manusia
berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat
memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya
adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita.
Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti
ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski
demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara
bersamaan diantaranya adalah:
a.
Tekanan
Kita dapat
mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal
bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak
di luar diri.
b.
Konflik
Konflik terjadi
ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau
lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
a)
Konflik
menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga
enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
b)
Konflik
mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk
diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas
yang sangat kita sukai.
c)
Konflik
mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia
tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk
konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus
lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir
tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat
diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi
orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya
tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan
kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan
bekerja.
c.
Frustrasi
Frustrasi
terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai
baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan
terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya
karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita
sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan
sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.
Kecemasan
Gelisah,
khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau
sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan
karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada
dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.
C.
Symptom-Reducing
Responses Terhadap Stress
Mengelola
stres disebut dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus coping
adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga sebagai
beban karena di luar kemampuan individu. Coping terdiri atas
upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis (seperti menuntaskan,
tabah, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal. Adapun
menurut Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009: 128) coping
merupakan upaya-upya untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi beban
perasaan yang tercipta karena stres.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi coping:
a.
Dukungan
sosial
Dukungan sosial
dapat diartikan sebagai “bantuan dari orang lain yang memiliki kedekatan (orang
tua, suami/isteri, saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami stres.
Dukungan sosial memiliki empat fungsi: (a) sebagaiemotional support, meliputi
pemberian curahan kasih sayang, perhatian dan kepedulian; (b)
sebagai appraisal support, meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan
mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-usaha
mengklarifikasi dan memberikan umpan balik tentang hikmah di balik masalah
tersebut; (c) sebagai informational support, meliputi nasehat/pengarahan
dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah; (d)
sebagai instrumental support, meliputi bantuan material, seperti
memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan menyertai kunjungan ke biro
layanan sosial.
b.
Kepribadian
Kepribadian
seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap coping atau usaha-usaha
dalam menghadapi atau mengelola stres. Adapun tipe-tipe kepribadian yang
berpengaruh terhadap coping adalah sebagai berikut:
(1) Hardiness (ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian yang
ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control dan kesadaran
akan tantangan (challenge); (2) Optimisme, yaitu kecenderungan umum untuk
mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan; (3) Humoris.
D.
Pendekatan “Problem Solving” Terhadap Stress
Lazarus
& Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping,
baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
a.
Planful problem
solving yaitu
usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
b.
Confrontive
coping yaitu
menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan
mengalami resiko.
c.
Seeking social
support yaitu
menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan
dukungan emosional.
d.
Accepting
responsibility yaitu
mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah.
e.
Distancing yaitu
menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang
dapat menciptakan suatu pandangan positif.
f.
Escape-avoidance yaitu
melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
g.
Self-control yaitu
menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
h.
Positive
reappraisal yaitu
menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri
sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
Sumber:
Atwater,
E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd
Ed., Prentice Hall, New Jersey
Al-Haqi,
Ibrahim. 2009. Positive Thinking.
Jogjakarta: Hikmah Pustaka.
Prabowo, Hendro.
1998. Arsitektur, Psikologi dan
Masyarakat. Depok: Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar