Hello

Hello

Selasa, 21 April 2015

Minggu 8. Stress

A.    Arti Penting Stress
Menurut Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Stress adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Menurut Morgan dan King : “…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321).
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.

B.     Tipe-Tipe Stress Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara bersamaan diantaranya adalah:
a.       Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.      Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
a)      Konflik menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
b)      Konflik mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas yang sangat kita sukai.
c)      Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.

c.       Frustrasi
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.      Kecemasan
Gelisah, khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.

C.    Symptom-Reducing Responses Terhadap Stress
Mengelola stres disebut dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga sebagai beban karena di luar kemampuan individu. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal. Adapun menurut Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009: 128) coping  merupakan upaya-upya untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi beban perasaan yang tercipta karena stres.
Faktor-faktor yang mempengaruhi coping:
a.       Dukungan sosial
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “bantuan dari orang lain yang memiliki kedekatan (orang tua, suami/isteri, saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami stres. Dukungan sosial memiliki empat fungsi: (a) sebagaiemotional support, meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian dan kepedulian; (b) sebagai appraisal support, meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-usaha mengklarifikasi dan memberikan umpan balik tentang hikmah di balik masalah tersebut; (c) sebagai informational support, meliputi nasehat/pengarahan dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah; (d) sebagai instrumental support, meliputi bantuan material, seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan menyertai kunjungan ke biro layanan sosial.


b.      Kepribadian
Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap coping atau usaha-usaha dalam menghadapi atau mengelola stres. Adapun tipe-tipe kepribadian yang berpengaruh terhadap coping adalah sebagai berikut: (1) Hardiness (ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control dan kesadaran akan tantangan (challenge); (2) Optimisme, yaitu kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan; (3) Humoris.

D.    Pendekatan “Problem Solving” Terhadap Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
a.       Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
b.      Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
c.       Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
d.      Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah.
e.       Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
f.       Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
g.      Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
h.      Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey
Al-Haqi, Ibrahim. 2009. Positive Thinking. Jogjakarta: Hikmah Pustaka.
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok: Gunadarma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar