Hello

Hello

Selasa, 28 April 2015

Minggu 9. Hubungan Interpersonal

A.    Model-Model Hubungan Interpersonal
1.      Model Pertukaran Sosial
Thibault dan Kelley, dua orang pemuka teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat dinilai positif diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai dipegangnya. Sedangkan dimaksud dengan biaya adalah akibat negatif terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi dapat menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan.
2.      Model Peranan
Peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai dengan naskah telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya.
3.      Model Interaksional
Ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan. Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan.

B.     Memulai Hubungan
1.      Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a.       Informasi demografis
b.      Sikap dan pendapat (tentang orang atau objek)
c.       Rencana yang akan datang
d.      Kepribadian
e.       Perilaku pada masa lalu
f.       Orang lain
g.      Hobi dan minat.
2.      Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
1)      Keakraban
2)      Kontrol
3)      Respon yang tepat
4)      Nada emosional yang tepat
Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Faktor ketiga adalah ketepatan respon.
3.      Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:
a.       Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain.
b.      Dominasi, dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
c.       Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
d.      Provokasi, dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
e.       Perbedaan nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.

C.    Hubungan Peran
Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal, yaitu:
1.      Berdasarkan jumlah individu yang terlibat
Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat, dibagi menjadi 2, yaitu hubungan diad dan hubungan triad. Hubungan diad merupakan hubungan atara dua individu. Sedangkan hubungan triad merupakan hubungan antara tiga orang.
2.      Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai
Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dibagi menjadi 2, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial. Hubungan tugas merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Sedangkan hubungan sosial merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu.
3.      Berdasarkan jangka waktu
Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu juga dibagi menjadi 2, yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang. Hubungan jangka pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar. Sedangkan hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu yang lama.
4.      Berdasarkan tingkat kedalaman atau keintiman
Hubungan interpersonal yang didasarkan atas tingkat kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan hubungan akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau intim ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure).

D.    Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
1.      Komunikasi efektif
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara pemangku kepentingan terbangun dalam situasi komunikatif—interaktif dan menyenangkan.
2.      Ekspresi wajah
Ekspresi wajah menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat menentukan penerimaan individu atau kelompok.
3.      Kepribadian
Kepribadian sangat menentukan bentuk hubungan yang akan terjalin.
4.      Stereotyping
Stereotyping merupakan cara yang banyak ditemukan dalam menilai orang lain yang dinisbatkan pada katagorisasi tertentu.
5.      Kesamaan karakter personal
Manusia selalu berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya atau kita cenderung menyukai orang lain, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan jika menyukai orang, kita ingin memilih sikap mereka yang sama.
6.      Daya tarik
Dalam hukum daya tarik dapat dijelaskan bahwa cara pandang orang lain terhadap diri individu akan dibentuk melalui cara berfikir, bahasa dan tindakan yang khas.
7.      Ganjaran
Seseorang lebih menyenangi orang lain yang memberi penghargaan atau ganjaran berupa pujian, bantuan, dorongan moral.
8.      Kompetensi
Setiap orang memiliki kecenderungan atau tertarik kepada orang lain karena prestasi atau kemampuan yang ditunjukkannya.

Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey

Selasa, 21 April 2015

Minggu 8. Stress

A.    Arti Penting Stress
Menurut Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Stress adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
Menurut Morgan dan King : “…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321).
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.

B.     Tipe-Tipe Stress Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara bersamaan diantaranya adalah:
a.       Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.      Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
a)      Konflik menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
b)      Konflik mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas yang sangat kita sukai.
c)      Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.

c.       Frustrasi
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.      Kecemasan
Gelisah, khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.

C.    Symptom-Reducing Responses Terhadap Stress
Mengelola stres disebut dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga sebagai beban karena di luar kemampuan individu. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal. Adapun menurut Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009: 128) coping  merupakan upaya-upya untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi beban perasaan yang tercipta karena stres.
Faktor-faktor yang mempengaruhi coping:
a.       Dukungan sosial
Dukungan sosial dapat diartikan sebagai “bantuan dari orang lain yang memiliki kedekatan (orang tua, suami/isteri, saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami stres. Dukungan sosial memiliki empat fungsi: (a) sebagaiemotional support, meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian dan kepedulian; (b) sebagai appraisal support, meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-usaha mengklarifikasi dan memberikan umpan balik tentang hikmah di balik masalah tersebut; (c) sebagai informational support, meliputi nasehat/pengarahan dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah; (d) sebagai instrumental support, meliputi bantuan material, seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang dan menyertai kunjungan ke biro layanan sosial.


b.      Kepribadian
Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap coping atau usaha-usaha dalam menghadapi atau mengelola stres. Adapun tipe-tipe kepribadian yang berpengaruh terhadap coping adalah sebagai berikut: (1) Hardiness (ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control dan kesadaran akan tantangan (challenge); (2) Optimisme, yaitu kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan; (3) Humoris.

D.    Pendekatan “Problem Solving” Terhadap Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
a.       Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
b.      Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
c.       Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
d.      Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah.
e.       Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
f.       Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
g.      Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
h.      Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

Sumber:
Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd Ed., Prentice Hall, New Jersey
Al-Haqi, Ibrahim. 2009. Positive Thinking. Jogjakarta: Hikmah Pustaka.
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok: Gunadarma

Selasa, 14 April 2015

Minggu 7. Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan



Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
A.    Penyesuaian Diri
Konsep Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme/individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Kepribadian yang sehat ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
B.     Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan diri itu adalah sebuah proses transformasi hidup. Perubahan atau transformasi ini terjadi melalui pembaharuan akal budi dan pikiran manusia. Tujuannya agar manusia memiliki kapabilitas untuk membedakan hal yang benar dan tidak benar, baik dan tidak baik. Transformasi akal budi dan pikiran tersebut dimaksud untuk mendorong perubahan kualitas hidup manusia.
1.      Penekanan pertumbuhan, penyesuaian diri, dan pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
2.      Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
3.      Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan straukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Di samping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
4.      Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33).

Referensi:
1.      Atwater, E., 1983, Psychology of Adjustment, Personal Growth in a Changing Worls, 2nd., Prentice Hall, New Jersey