Psikolog dari
Universitas Massachusetts, Amerika Serikat, Robert S. Feldman menemukan adanya hubungan antara kebohongan dan
popularitas di kalangan pelajar (anak muda). Penelitian yang dilakukan Robert
S. Feldman ini dimuat dalam edisi terbaru Journal of Nonverbal Behavior.
"Kami menemukan
bahwa kebohongan yang dilakukan oleh pelajar sebenarnya menunjukkan bahwa pelajar
tersebut memiliki kemampuan kontrol sosial yang tinggi", demikian kata
Feldman.
Feldman melakukan
penelitian terhadap 32 orang tua pelajar tingkat menengah dan atas yang berusia
antara 11 hingga 16 tahun, dan memberikan kuesioner yang berisi tentang berbagai
informasi mengenai aktivitas anak-anak mereka, hubungan sosial, serta kemampuan
anak-anak mereka di sekolah. Berdasarkan atas data-data itu, para pelajar
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang memiliki tingkat
sosialisasi yang rendah, dan kelompok yang memiliki tingkat sosialisasi yang
tinggi. Para pelajar dalam dua kelompok tersebut diminta satu persatu untuk
melakukan tes terhadap rasa yang sedap pada minuman yang manis, serta minuman
masam dan minuman yang tidak sedap. Kemudian mereka diminta untuk meyakinkan
para pengawas bahwa mereka menyukai atau tidak menyukai apa yang mereka minum.
Ini membuat para pelajar tersebut membuat satu pernyataan yang benar dan satu
pernyataan yang bohong.
Kegiatan itu direkam
dalam bentuk video dan diedit secara seimbang menjadi bagian-bagian tertentu.
Kepada 48 orang mahasiswa diperlihatkan rekaman ke-64 kegiatan tes itu untuk
mengevaluasi efektifitas para pelajar mengekspresikan reaksi mereka saat
mencicipi minuman yang disajikan dalam tes. Hasilnya ternyata bertentangan
dengan tes minum yang dilakukan, umur, jenis kelamin para pelajar yang dites,
dan kemampuan sosialisasi seperti yang dikatakan orang tua pra pelajar yang
menjalani tes.
"Kami ingin
mendapatkan bahwa kemampuan sosialisasi yang tinggi akan membuat seseorang
lebih mudah memperdayakan orang lain, atau bahwa menjadi seorang pembohong
besar akan membuat seseorang semakin terkenal", kata Feldman.
Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa remaja adolesen lebih
mampu melakukan kebohongan dibandingkan dengan remaja yang lebih muda. Remaja
putri juga didapati lebih bisa melakukan kebohongan dibanding remaja pria. Pada
semua tingkatan usia dan jenis kelamin, mereka yang memiliki kemampuan
sosialisasi yang lebih tinggi ternyata lebih berpotesial untuk menjadi
pembohong besar. Saat berbohong, mereka lebih mampu mengendalikan ekspresi
wajah, gerakan tubuh, intonasi suara, serta kontak mata. Sedangkan mereka yang kurang
bagus kemampuan sosialisasinya, mengalami banyak kesulitan dalam mengontrol
perilakunya saat berbohong.
"Penelitian ini
menunjukkan kepada kita bahwa tidak realistis jika kita selalu berharap bahwa
manusia akan selalu berkata jujur. Sebenarnya kita tidak ingin menerima
kenyataan ini. Anak-anak pada usia muda berpikir untuk selalu bersopan santun
dan berkata manis dalam segala situasi, meskipun sebenarnya yang mereka katakan
bukanlah suatu kejujuran yang sebenarnya. Dengan begitu, mereka dapat diterima
dengan baik oleh lingkungannya, semakin mendapat tempat, dan semakin
populer", demikian kata Feldman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar