Kau titipkan
cinta sehingga aku berharap lebih atas cintamu. Kau titipkan sayang dan tanpa
sengaja aku meraihnya untuk merasakan. Dan kau titipkan segala apa yang ada
pada dirimu untuk selalu ku jaga, lagi-lagi aku meraihnya. Kau memang membuatku
mengerti realitas cinta yang sesungguhnya. Dan kau pulalah yang membuatku
tersipu atas pengakuan maknaku dihidupmu. Ini cinta yang kuharapkan. Cinta yang
nyata dan bukan sekedar ilusi. Cinta yang bermakna bukan tipuan.
Ini cerita cinta tentang aku dan
lelakiku. Bukan.. bukan lelakiku.. tapi teman lelakiku.
“Kita nonton
yuk Nay!”. Ajak Randy disela jam pelajaran filsafat.
“Hah? Nggak
salah lo? Yaudah nanti kita bahas lagi deh, gue takut Pak Anto marah kalau ada
yang ngobrol”. Jawabku setengah berbisik.
Ya pelajaran filsafat
ini sangat mengerikan. Bukan sangat mengerikan tapi menyeramkan. Eh bukan
pelajarannya juga, lebih tepatnya dosennya yang menyeramkan hehehe.. beberapa
minggu yang lalu aku pernah disuruh pindah tempat duduk akibat mengobrol dengan
teman yang ada di sebelahku. Kali ini filsafat tidak ada kaitannya dengan teman
lelakiku. Jadi, lupakan.
“Nay, jadinya
gimana nih?”. Tanya Randy lagi setelah jam pelajaran selesai.
“Ngapain lo
ngajak gue nonton? Gebetan lo gak marah kalau lo nonton sama gue?”. Jawab Naya jutek.
“Gebetan yang
mana? Gue lagi nggak lagi ngegebet siapa-siapa kok”.
Aku hanya mengangguk, “ Oke deh”.
Malam ini
Randy berjanji akan menjemputku dirumah. Tepatnya ingin meminta izin kepada
orangtuaku. Aku mengiyakan begitu saja karena aku rasa Randy orang yang baik.
Tepat pukul 7
malam, Randy tiba di depan rumahku dengan kemeja kotak-kotak berwarna merah
dipadukan dengan jeans warna hitam serta sepatu converse kesukaannya.
“Nay.. yuk
jalan!”. Ajak Randy tak sabar.
Randy telah
meminta izin dan aku pun mengiyakan. Kemudian duduk manis dimotornya, motor
vario miliknya ini sangat nyaman. Joknya lumayan empuk dibandingkan dengan
motor temanku. Motornya juga terlihat bersih, karena Randy suka dengan motor
maka dia merawat motornya dengan telaten.
“Nay, mau
nonton apa? Kita nonton film action aja yuk!”. Tawar Randy semangat. Lagi-lagi
aku hanya mengangguk dan mengiyakan ajakan Randy.
Saat film
berlangsung Randy tidak pernah diam duduk ditempatnya, Randy bolak-balik
kekamar mandi dan mengajakku mengobrol. Entah mengapa sikap Randy yang seperti
ini membuatku tertarik kepadanya, ingin lebih mengenalnya.
Randy
tiba-tiba menyenderkan kepalanya tepat dibahuku, tangannya menggenggam tanganku
meletakkan tanganku di atas kepalanya untuk mengelus lembut rambutnya. Aku tak
bisa mengelak sama sekali. Tepatnya aku menikmati situasi ini, situasi yang
membuatku nyaman.
Setelah film
selesai Randy mengantarku tepat di depan rumahku dan berpamitan dengan
orangtuaku.
Keesokan harinya Randy bersikap
sangat ramah, ramah sekali.
“Nay, makasih
yang buat semalam, sekarang gue antar pulang ya? Mau gak?”.
Ajakan Randy membuatku bingung,
biasanya aku pulang dengan temanku tapi kali ini aku tidak bisa mengiyakan
permintaannya.
“Maaf Randy,
gue pulang bareng Rara aja deh”. Jawabku ramah.
“Kali ini
ditolak, mungkin lain kali tidak”.
“Nggak
ditolak, cuma saja kali ini kamu kurang beruntung”. Singkatku sambil berlalu
dari hadapan Randy.
Randy sering
mengajakku untuk makan bersama dan beberapa hari lalu Randy mengajakku
mengerjakan tugas bersama disalah satu kost-an temanku yang bernama Radho.
Saat
mengerjakan tugas kami bertiga bercanda bersama dan Randy ternyata ahli sekali
bermain sulap. Randy ahli bermain sulap karena dia pernah mengikuti kontes
sulap disekolahnya dulu dan akhirnya Randy mempraktikkan salah satu
keahliannya. Randy membutuhkan relawan untuk mendukung sulapnya kali ini dan
Radho yang bersedia. Sulapnya yang keren membuat kami takjub dan
bertanya-tanya. Kok bisa ya seperti itu? Kok bisa jadi seperti ini? Karena aku
memperhatikannya jadi aku sedikit tahu bagaimana Randy melakukan sulap tersebut
dan aku berusaha menjelaskannya kepada Radho, tetapi Radho masih merasa
bingung. Akhirnya Randy memberitahu trik-trik menyelesaikan sulap
tersebut. Terbayar sudah rasa penasaranku dan Radho. Hari pun sudah menjelang
sore dan tugas kami pun sudah selesai. Randy pun mengantarku pulang kerumah
lagi.
Hari-hari pun
berlalu, Randy sedang merasa bosan dirumahnya dan Randy mengajakku nonton film
lagi. Sama halnya seperti pertama kali Randy mengajakku nonton. Randy
menjemputku dirumah, kami berangkat menuju sebuah mal. Kali ini kami menonton
film sejarah perjuangan Indonesia.
Ketika film berlangsung, Randy bersikap sama, tak bisa diam, mengajakku
mengobrol. Kali ini dia merasa gemas akan tingkahku yang lucu, karena pipiku
cubby Randy pun mencubit pipiku sampai pipiku berwarna merah. Setelah film
selesai kami langsung pulang karena hari sudah larut malam.
Tak terasa
sudah dua bulan kami dekat, Randy pun menanyakan padaku bagaimana status hubungan
kita. Aku hanya terdiam, bingung harus menjawab apa. Randy merasa kalau
hubunganku dengannya tak jelas atau bisa dibilang gantung. Aku masih bingung,
ragu akan hubungan kita. Sebenarnya aku juga menyukai Randy, tapi…
Inilah cinta
yang tak pernah ku harapkan. Apa salahku? Apa salahnya jika kau tetap berada di
sini? Disisiku. Tidak ada yang salah dengan cinta kita, Randy. Kumohon jika kau
ingin pergi dan bersama dengannya mintalah aku untuk melepaskanmu secara bijak.
Aku tak akan berkoar-koar seperti ini meminta jawaban jika kau mau berkata
baik-baik. Apa yang kurang dariku? Selama ini kamu minta cinta, aku
berikan seutuhnya untukmu. Kau minta kasih sayang, aku berikan untukmu
seutuhnya.
Randy
tolonglah lihat aku di sini, lihatlah berapa banyak pengorbananku untukmu.
Lihatlah Randy jika kau memang lelaki yang tak suka bermain dengan cinta.
Inilah akhir cerita yang selalu
didambakan dirimu? Cinta yang tak punya kepastian apapun. Cinta yang setiap
harinya akan mengiris luka disetiap perjalanan dan cinta yang tak akan pernah
dinikmati siapapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar